NUNUKAN – Kebijakan menggeser anggaran belanja tidak terduga (BTT) untuk mengatasi kondisi keuangan di RSUD Nunukan, Kalimantan Utara, menjadi sorotan publik.
Pasalnya, anggaran BTT lazimnya dipergunakan untuk keadaan darurat kebencanaan, atau kondisi mendesak yang berpengaruh luas bagi sosial ekonomi sebuah daerah.
Merespons itu, Plt Direktur RSUD Nunukan, Muhammad Shaleh, menjelaskan, kebijakan itu ditempuh setelah Pemkab dan manajemen RSUD Nunukan, menggelar zoom meeting dengan Kementrian Dalam Negeri.
“Kemendagri menghubungi Pemda Nunukan untuk mengetahui seluk beluk masalah yang terjadi,” ujarnya, Kamis (20/6/2024).
Pada momen tersebut, manajemen RSUD menjelaskan detail pokok masalah, termasuk tanggungan RSUD, yang berimbas dari blacklist yang dilakukan sejumlah vendor obat.
‘’Dirjen Bina Keuangan Daerah yang membawahi bidang BLUD di Kemendagri menyarankan untuk menggunakan BTT, dengan klasifikasi mendesak. Jadi memang BTT hanya bisa keluar saat ada kondisi darurat kebencanaan dan mendesak, Nunukan masuk kategori mendesak itu,’’ jelasnya.
Pemda Nunukan kemudian menyepakati ada pergeseran anggaran BTT sebesar Rp 6,5 miliar, dan alokasi APBD Perubahan 2024, dengan asumsi Rp. 19 miliar untuk membayar utang RSUD Nunukan yang totalnya mencapai Rp. 24 miliar lebih.
Saleh melanjutkan, pihaknya dideadline hingga tanggal 20 Juni 2024, untuk membayar semua tagihan, seperti, obat, rekening listrik, air, oksigen, jaspel, dengan jumlah berkisar, Rp . 17 miliar.
Oleh karenanya, butuh solusi cepat dan mendesak, terutama mengembalikan kepercayaan vendor obat yang sudah mengalami distrust terhadap RSUD akibat amburadulnya pengelolaan manajemen sebelumnya.
‘’RSUD sudah mulai bersurat ke sejumlah instansi, termasuk PLN. Bermohon kebijakan karena kondisi kita yang terpuruk. Kita sangat berharap pergeseran BTT secepatnya. Meski belum bisa menyelesaikan total utang 2024, setidaknya kami bisa bernapas sedikit lega, karena terbayar sebagian,’’ kata Shaleh.
Sementara itu, untuk mengatasi kebutuhan obat pasien, RSUD menjalin jejaring kemitraan dengan dua apotek swasta, masing masing Apotek Berkah di Jalan TVRI, dan Apotek Safira, di Jalan Pasar Baru.
Apotek Kimia Farma juga sudah mengatakan bersedia menjadi mitra RSUD Nunukan, tinggal menunggu persetujuan dari kantor pusat.
‘’Alhamdulillah nanti ada tiga apotek yang menjadi mitra RSUD dalam suplai kebutuhan obat. Semua klaim, selama obat yang diambil pasien adalah obat yang ditanggung BPJS, tagihannya menjadi tanggungan RSUD,’’ jelasnya.
Shaleh menegaskan, kondisi RSUD Nunukan akan mulai membaik setelah kepastian Pemda Nunukan menggelontorkan anggaran untuk mengatasi utang.
Kendati demikian, menjadi tugas berat manajemen RSUD yang baru, adalah mengembalikan kepercayaan vendor obat.
‘’Dan kita terus merayu mereka untuk kerja sama dalam jangka panjang. Jadi setiap ada pemasukan dari BLUD, kita pasti alokasikan sebagian besar untuk membayar obat. Harapannya, distrust yang terjadi bisa mencair, dan RSUD Nunukan bisa memulihkan reputasinya seperti sedia kala,’’ harapnya.
Shaleh menekankan, utang tahun 2021 hingga 2023, akan dilunasi menggunakan anggaran perubahan, yang akan dialokasikan sebesar Rp. 19 Miliar.
‘’Kita optimis, RSUD Nunukan segera membaik, dan beroperasi normal. Kita berkomitmen mengembalikan kepercayaan publik, dengan memperbaiki segala sektor pelayanan dan tertib administrasi, setelah semua yang terjadi,’’ tegas Shaleh. (Dzulviqor)