TANJUNG SELOR – Perpustakaan kini tidak lagi sekadar tempat membaca atau meminjam buku. Lewat Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) yang diluncurkan oleh Perpustakaan Nasional RI, perpustakaan ditransformasi menjadi ruang belajar dan pemberdayaan yang mampu menjawab kebutuhan spesifik masyarakat.
Kepala Bidang Pengembangan Perpustakaan dan Pembudayaan Kegemaran Membaca Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Kalimantan Utara, Suwarsana, mengungkapkan bahwa program ini dirancang untuk mengubah persepsi publik tentang perpustakaan.
“Bukan hanya sebagai tempat membaca, tetapi juga pusat pembelajaran sepanjang hayat yang relevan dengan potensi dan kebutuhan masyarakat lokal,” ujarnya.
Program TPBIS bertumpu pada pemahaman bahwa setiap daerah memiliki karakteristik unik, baik dari segi kebutuhan literasi maupun sumber daya. Oleh karena itu, perpustakaan desa dan kelurahan dirancang agar dapat beradaptasi dengan situasi lokal.
Hal ini diwujudkan melalui berbagai kegiatan yang inovatif, mulai dari pengajaran baca-tulis tambahan untuk anak-anak yang mengalami kesulitan belajar, hingga pelatihan keterampilan berbasis potensi daerah.
Sebagai contoh, di desa-desa yang memiliki potensi sumber daya alam melimpah, perpustakaan menyelenggarakan pelatihan untuk mengolah hasil panen atau bahan baku menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.
Sementara itu, perpustakaan di wilayah urban menghadirkan pelatihan komputer dasar untuk meningkatkan literasi digital masyarakat, yang kini menjadi kebutuhan penting di era digitalisasi.
“Perpustakaan kini lebih dinamis, fleksibel, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan pendekatan ini, perpustakaan mampu menjadi motor perubahan sosial sekaligus mitra strategis masyarakat dalam mewujudkan kemajuan,” tambah Suwarsana.
Program TPBIS juga didesain agar sejalan dengan kebijakan strategis Perpustakaan Nasional 2020-2024. Kebijakan tersebut meliputi peningkatan budaya literasi melalui kampanye kegemaran membaca, penguatan konten literasi yang relevan, serta layanan berbasis inklusi sosial.
Suwarsana menegaskan bahwa tujuan utama TPBIS adalah menciptakan masyarakat yang berpengetahuan, inovatif, dan berkarakter, serta mendorong peningkatan kesejahteraan.
“Transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial adalah sebuah upaya besar untuk menjadikan perpustakaan sebagai ruang pemberdayaan. Dengan ini, kita berharap masyarakat menjadi lebih berdaya dan sejahtera,” tegasnya.
Di Kalimantan Utara, program TPBIS telah diimplementasikan di sejumlah perpustakaan desa dan kelurahan. Beberapa perpustakaan yang telah mengadopsi pendekatan ini antara lain di Kelurahan Karang Balik, Kampung Enam, Mamburungan, dan Desa Gunung Putih. Setiap perpustakaan menawarkan program yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Transformasi ini menunjukkan bahwa perpustakaan memiliki potensi besar untuk menjadi pusat perubahan sosial dan ekonomi. Dengan terus mengembangkan program berbasis inklusi sosial, perpustakaan dapat menjadi pilar penting dalam mendukung pembangunan berkelanjutan dan menciptakan masyarakat yang maju, mandiri, dan kreatif. (Adv)